Senin, 01 Februari 2010

cinta ibu kepada anaknya

Rosa, bangun.. Sarapanmu udah mama siapin di meja.” Tradisi ini sudah berlangsung 26 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat tapi kebiasaan mama tak pernah berubah. “Mama sayang. ga usah repot-repot ma, aku sudah dewasa.” pintaku pada mama pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah.
Pun ketika mama mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya, ingin kubalas jasa mama selama ini dengan hasil keringatku.. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan.
Kenapa mama mudah sekali sedih? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami mama karena dari sebuah artikel yang kubaca.. orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak. tapi entahlah.. Niatku ingin membahagiakan malah membuat mama sedih.

kasih sayang ibu

�Cucianmu sudah ibu cuci, Ni!� Kata ibuku ketika aku baru saja sampai di rumah. Aku segera beranjak memasuki kamarku dan melihat tempat cucian kotorku sudah kosong. Ah ibu, aku berusaha pulang cepat hari ini agar aku bisa mencuci baju-baju kotorku. �Ibu tahu, kamu pasti lelah�. Aku hanya bisa tersenyum memandangi wajah renta ibuku.Diusianya yang lewat setengah abad, ibuku termasuk wanita yang sehat. Beliau masih mampu mencuci baju semua anggota keluarga. Bukan berarti kami malas mengerjakannya tapi karena ibuku punya kebiasaan unik yaitu tidak bisa melihat barang-barang kotor. Tangannya langsung bergerak membereskan apa saja yang tidak sedap dipandang.

�Apa ibu nggak cape jika tiap hari selalu beres-beres, aku menggaji orang saja ya biar ibu bisa istirahat� kataku suatu hari. Ibu memandangku, �Kamu nggak suka ya kalau bajumu ibu cucikan�. �Aku sayang sama ibu, aku nggak tega melihat ibu bekerja keras tiap hari�, aku berusaha membujuknya untuk menerima saranku. �Ibu senang kalau diusia ibu sekarang, ibu masih mampu mengurusmu, mencucikan pakaianmu dan adikmu atau menyiapkan sarapanmu tiap pagi�. Yah..aku tak pernah lupa, jika hari libur kantorku hari sabtu dan minggu, ibu selalu menyiapkan nasi goreng daun mengkudu dan telor ceplok kesukaanku.

Aku ingat sebuah pepatah �Seorang ibu bisa mengurus sepuluh orang anak, tapi sepuluh orang anak belum tentu mampu mengurus seorang ibu� . Aku termenung sendirian dikamarku, diusiaku yang beranjak dewasa, aku merasa belum pernah sekalipun membahagiakannya. Pernah suatu kali, aku membelikan pakaian untuknya, tapi ibuku malah balik bertanya �Kamu sendiri beli nggak? Kalau kamu nggak beli, baju ini untuk kamu saja. Baju ibu masih banyak kok�, ibuku tak mau menerima. Esoknya aku beli baju lagi agar ibu mau menerima pemberianku.

�Ibu sudah bahagia melihat anak-anak ibu berhasil� kata beliau suatu kali ketika aku menanyakan apa yang bisa aku perbuat untuk membuatnya bahagia. �Melihat kamu dan kakak-kakakmu bisa mencari uang sendiri dan kamu bisa rukun dengan saudara-saudaramu, itulah kebahagian ibu� Aku teringat kakak-kakaku, alhamdulillah mereka semua sudah mempunyai penghasilan sendiri, hanya adikku yang masih kuliah.

Kasih anak sepanjang jalan, kasih ibu sepanjang hayat . Apapun yang sudah kita buat belum apa-apa dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang telah diberikan pada kita.Ya Alloh , curahkan kasih sayang-Mu pada kedua orang tuaku, teramat khusus untuk ibu. Allahummaghfirlanaa wali-waalidainaa warhamhumaa kamaa rabbayanii shaghiiraa. Amiin

Untuk Ibunda tercinta, I always love you.

perjuangan ibu

Waktu lahir anak kami yang pertama saya tidak sempat menunggui istri, karena waktu itu saya sedang di Bogor dan istri saya tinggal di rumah mertua. Ketika istri saya mengandung anak kami yang kedua, saya bertekad untuk menungguinya saat melahirkan. Waktu terus berlalu dan saat melahirkan pun sudah mulai dekat. Kira-kira beberapa hari sebelum waktu yang diperkirakan dokter, istri saya sudah mulai merasakan adanya kontraksi. Waktu itu kami pikir hanya sakit biasa, saya tidak segera membawanya ke bidan Sri Dody langganan kami. Hingga malam tiba, saya masih melakukan aktivitas seperti biasa. Saya mengajar mengaji beberapa remaja di rumah kami.

Kira-kira jam sebelas malam acara pengajian baru selesai. Istri saya segera keluar dan mengajak pergi ke bidan Sri Dody karena perutnya semakin sakit. Istri saya masih tampak kuat, jadi saya pergi ke rumah bidan dengan naik sepeda motor saja. Ternyata di rumah praktek bidan tersebut semua kamar sudah penuh. Satu-satunya ruangan yang kosong adalah kamar periksa bidan. Jadilah istri saya tidur di tempat tidur periksa yang kasurnya agak keras dan kurang nyaman untuk tiduran dalam waktu yang lama. Bu bidan segera memeriksa istri saya, katanya baru ‘bukaan dua’ dan masih agak lama waktu melahirkannya.

Setengah jam berlaku, istri saya semakin kesakitan. Dia merintih-rintih sambil memegangi perutnya dan bilang kalau sudah tidak kuat lagi. Karena tidak tega saya memanggil perawat untuk memeriksa kondisi istri saya. Perawat mengatakan jika ‘bukaanya’ belum cukup. Mulut saya terus berdzikir memohon kemudahan dari Allah, sementara istri saya terus merintih-rintih kesakitan. Air peluhnya mulai membasahi wajah dan tubuhnya.

Satu jam terus berlalu, saya tidak tega melihat istri yang begitu kesakitan. Malam itu datang lagi seorang ibu muda dengan ditandu beberapa orang tetangganya. Ibu itu mengerang-ngerang kesakitan hingga tidak bisa berjalan sendiri. Istriku diminta pindah ke ruang bersalin, karena ruang periksa akan digunakan untuk memeriksa ibu muda yang baru datang tersebut. Saya papah istriku untuk ke ruang bersalin yang berada di ujung ruangan yang lain.

Mulutku tak henti-hentinya berdzikir. Sepertinya saya bisa merasakan bagaimana rasa sakit yang dialami istriku. Saya panggil kembali perawat jaga. Kali ini dia datang bersama dengan Bu bidan. Perawat menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkan. Istriku memegang tangaku erat-erat. Bu Bidan memberi aba-aba pada istriku untuk mengambil nafas dan mengejan. Saya lihat dengan mata kelapaku sendiri bagaimana anakku keluar dari rahim istriku. Darah berceceran dan rintihan istriku yang kesakitan membuat kepalaku semakin pening dan berkunang-kunang. Proses kelahiran anakku berlansung cepat. Bu bidan dengan sigap mengendong anakku, memandikannya dan merawat istriku. Saya tidak bisa menjelaskanya dengan kata-kata bagaimana perasaanku saat itu. Saya merasa akan pingsan.

Dalam sebuah hadist Rasullullah bersabda bahwa surga berada ditelapak kaki ibu. Bakti anak pada orang tua, khusunya ibu, dapat mengantarkan si anak mendapatkan surga. Perjuangan ibu sungguh sangat berat. Mulai dari dalam kandungan selama 9 bulan, perjuangan hidup mati saat melahirkan, hingga mengasuh anak sampai dewasa. Saya bisa memahaminya setelah saya menyaksikan sendiri bagaimana istri saya melahirkan anak kami yang kedua. Subhanallahhuwallahuakbar.